Procter & Gamble (P&G), dan Walmart kita kenal sebagai dua perusahaan raksasa dunia di bidang barang konsumen, yang satu adalah produsen, dan lainnya adalah jaringan pengecer (chain-store) terbesar dan tersukses di seluruh dunia. Pada pertengahan dekade lalu, di antara mereka saja konon transaksinya lebih dari 3.5 Milyar US$, dan tentunya P&G adalah sang produsen dan memasok Walmart.
Untuk menjamin lancarnya bisnis bagi keduanya, masing-masing merasa perlu untuk mempunyai bagian organisasi khusus untuk memperlancar hubungan diantara keduanya. P&G mempunyai “divisi-divisi khusus” untuk Walmart: sales, marketing, warehousing, PPC, dan invoicing (A/R). Demikian pula Walmart, yang mempunyai “divisi-divisi khusus” untuk pembelian, warehousing, pembayaran, khusus produk-produk P&G. Keduanya menyadari benar betapa mereka saling tergantung satu sama lain, sehingga pengkhususan-pengkhususan memang penting dan perlu.
Namun demikian, hubungan antara keduanya tak pernah sepi dari perselisihan dan pertengkaran; soal forecast demand yang “ngawur”, soal pembayaran yang ditahan, soal harga yang dipermainkan, soal stock-out di pabrik, di gudang, di store; padahal para personil dari kedua organisasi ini dikenal sangat profesional dalam bidang mereka masing-masing.
Ini membuat para Big Boss mereka sedih - Sam Walton (Walmart) dan Boss P&G (waktu itu entah siapa), karena pembentukan divisi-divisi khusus di antara mereka untuk melayani mitra kerjanya, ternyata tidak banyak membantu menjadikan situasi lebih baik sebagaimana diharapkan, padahal mereka tahu benar bahwa para karyawan mereka telah bekerja keras untuk memajukan perusahaan mereka masing-masing.
Konon, kemudian mereka bertemu untuk mengevaluasi supply chain di dalam dan di antara Walmart - P&G, sampailah mereka pada kesepakatan bersama sebagai berikut :
Ó Sales / Marketing / Warehousing / PPC / Invoicing P&G untuk Walmart ditiadakan.
Ó Bagian Pembelian / Pembayaran (A/P) Walmart untuk P&G juga ditiadakan.
Ó Walmart memasrahkan gudang khusus P&Gnya dikelola oleh personil P&G.
Ó Walmart membayar tunai seluruh penjualan produk P&G secara “on-line” segera setelah data penjualan diterima dari setiap cash register Walmart stores.
Setelah kesepakatan diatas dilaksanakan, terjadi penghematan biaya besar-besaran pada keduanya, dan bersama hilangnya biaya, hilang pula berbagai perselisihan dan pertengkaran diantara sesama mitra kerja; serta sebagai bonusnya Walmart berhasil mengurangi secara drastis tingkat kekosongan barang P&G (out-of-stock rate), dan P&G berhasil pula meningkatkan efisiensi produksinya dan menjaga stabilitas harga jual mereka sepanjang tahun, terkenal sebagai kebijakan EDLP (Every Day Low Price). Hebat bukan?
Sebagai konsultan saya yakin, bahwa kisah luar-biasa ini akan memberikan inspirasi bagi para pelaku bisnis di Indonesia, untuk mereformasi cara mereka berbisnis dengan menerapkan “jargon” atau kiat baru: “Supply Chain Management “. Begitu yakinnya penulis, sehingga kisah ini sampai ikut terbawa mimpi.
Dalam mimpi: Saya dibawa oleh “sang mimpi” ke Pusat Elektronik Mangga Dua, konon mau belanja sambil memasyarakatkan gagasan Supply Chain Management yang baru saya tulis. Dalam mimpi, saya berjumpa dengan Engkoh Akong, seorang pemilik toko video game, dan sambil menanyakan berbagai merek dan tipe electronic game yang sedang saya cari untuk hadiah ulang tahun anak saya.
Saya sangat terkesan pada Engkoh Akong, karena setiap saya menyebut suatu merek video game tertentu, bahkan kadang-kadang belum komplit menyebutnya, Engkoh Akong sudah menangkap apa mau saya, dan dia selalu bilang: “Kita ada… , harganya sekian…. Mau body warna apa dst…dst”. Pendek kata, tidak ada dalam “kamus” engkoh Akong kata “tidak ada”, paling-paling “lagi kosong tuh…” , atau “model itu sudah kagak keluar lagi”.
Karena tidak mau kalah dengan kehebatan engkoh Akong, saya tunjukkan tulisan selembar mengenai business modern SCM “Walmart – P&G” yang baru saya tulis ke Engkoh Akong. Setelah membaca, dengan rendah hati Engkoh Akong berkomentar: “Wah kalau soal teori begini owe (saya) memang sudah ketinggalan, yah bisanya owe cuman jaga toko saja. Tapi soal itu setok barang jangan sampe kosong, soal musti cepet tunjukin barang yang dimaui pembeli, soal musti bayar cash sama pemilik barang dagangan begitu laku, soal ingat-ingat jaga harga jangan sampe kemahalan, itu semua kan memang mustinya begitu? Malahan seperti owe ini mana mungkin owe nyetok barang, apalagi mana kuat owe punya gudang sendiri, tapi kalo pembeli mau yah kita musti punya…. Ya toh?” Mendengar penuturan Engkoh Akong, penulis jadi terhenyak kaget, dan saking kagetnya sampai terbangun dari alam mimpi…..”
Sewaktu bangun, ternyata tulisan SCM ini masih ada di genggaman saya. Sekalipun sedikit kusut karena terbawa tidur, saya pelajari lagi apa yang saya telah tulis. Saya lalu berpikir, barangkali lebih baik saya menulis mengenai Engkoh Akong ketimbang menulis soal Walmart - P&G? Akhirnya, untuk pembaca PQM Newsletter saya memutuskan untuk menceritakan mengenai keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar